A. Patristik
1. Pengertian dan Sejarah
Patristik
Istilah patristik berasal dari
bahasa latin, peter, yang berarti bapak. Adapun yang dimaksud bapak disini
adalah para pemimpin gereja. Biasanya para pemimpin gereja dipilih dari
golongan atas atau para ahli pikir.[1]
Dalam sejarah, pada awal
abad masehi agama Kristen telah tumbuh dan berkembang dalam berbagai bentuk
yang mengagumkan yang ditandai dengan kecanggihan intelektual Thomas Aquinas
tentang eksistensi Allah, manusia dan lain-lain.
Sebelumnya, tampil
orang-orang seperti Rasul Paulus, dan Rasul Yohanes yang menghadapkan
kepercayaan Kristen dengan kepercayaan yang bukan Kristen pada waktu itu.
Sejarah menunjukkan suatu pergumulan yang menentukan hidup, dan mati agama baru
ini, dimana-mana agama Kristen ditentang, baik oleh penguasa maupun oleh
pemikir pada saat itu, akan tetapi kemudian orang-orang atas (para pemikir)
tersebut menjadi pengikut agama Kristen.
Timbulnya agama Kristen pada abad
masehi menyebabkan filsafat menduduki tempat baru yakni :
1.
Hikmah hidup yang dikemukakan oleh filsafat.
2.
Hikmah hidup yang dikemukakan oleh agama Kristen.
Saling
konfrontasi, konfrontasi sebenarnya telah tampak pada kitab suci Kristen
sendiri dengan tampilya Rosul Paulus dan Yuhanes. Kristen ditentang oleh
pengusa dan ahli pikir. Golongan pemeluk Kristen dibagi menjadi dua yaitu :
a.
Rakyat Jelata (Orang sederhana) masa ini tidak ada perbedaan secara falsafi.
b.
Ahli pikir (Golongan atas) mulai menentukan sikap teerhadap filsafat yunani.
2. Pembagian Filsafat Patristik
Filsafat
patristik dibagai menjadi dua yaitu Patristik Timur dan Patristik Barat.
A.
Patristik Timur
Pemikiran filsafat agama
Kristen dimulai dari Apologit para pembela agama Kristen diantaranya Aristdes,
Yustinus dan Tatianus. Para apologit dalam pembelaanya dari tuduhan-tuduhan non
Kristen seperti Keristen munafik, pecundang, melakukan persetubuhan bebas,
membenci sesama, tidak mau menyembah dewa dan sebagainya, Jawaban apologi
adalah fitnah, sebab dalam kenyataannya orang Kristen menurut hukum Allah
sehingga mereka tidak jatuh pada kesalahan-kesalahan seperti yang dilakukan
oleh orang-orang besar Keristen, mereka tidak membuang bayi, mereka tidak
melakukan persetubuhan berlebihan, bahkan mengasihi sesama.
Agama Kristen tidak mau menyembah
dewa tetapi Kristen percaya kepada Allah Yang Esa dan menyembahnya Kristen
hanya ada satu Allah saja yang transenden yang secara hakiki berbeda dengan
manusia. Para apologit memanfaatkan filsafat Yunani dalam pembelaanya seperti :
1.
Yustianus
Agama
Kristen bukan agama baru, Agama Kristen lebih tua dari filsafat Yunani, Nabi
Musa telah menumbuhkan kedatangan Kristus, Musa hidup sebelum Plato, Plato
menurunkan hikmahnya dari hikmah Musa, filsafat Yunani dipandang mengganggu
hikmah dari kitab suci orang Yahudi.
Keyakinan
Kristus adalah Logos, Kristus telah membagi-bagikan logos kepada seluruh umat
manusia, sehingga kepada yang bukan Kristen juga tertanam rasa kebenaran. Logos
berkerja kepada semua orang baik intelektual maupun moral. Setiap orang yang
mendapatkan bagian logos adalah orang Kristen, sekalipun tidak dibaktis seperti
Sucrates Orang Yunani kurang mengerti akan pencerahan yang telah diberikan
logos, sehingga menyimpang dari ajaran yang murni hal ini karena pengaruh Demon
yang dikepalai Iblis sehingga bangsa Romawi banyak yang menghambat Kristen.
2.
Klemes
Pangkal pemikirannya adalah iman, di samping iman ada hal yang lebih tinggi
yaitu Gnosis. Iman berlaku bagi tiap-tiap orang Kristen. Genosis diperlukan
bagi orang-orang kristen yang dapat berfikir mendalam untuk menerangi Iman.
Seseorang yang telah memiliki Gnosis harus mematikan hawa nafsunya dan kembali
kepada Allah dalam satu kasih yang telah dibersihkan dari hawa nafsu.
Klemes mengandalkan Iman, tanpa Iman tiada Gnosis, Iman awal pengetahuan yang
harus berkembang menjadi pengetahuan tetapi pengetahuan tidak mengadakan Iman.
Gnosis bagi Klemes Ilmu Sejati, suatu pengetahuan yang pasti berdasarkan
penguraian yang benar dan pasti. Orang yang dianggap punya Ilmu Pengetahuan
(berhikmah) jika akalnya meneguhkan pengetahuan dengan uraian-uraian yang
mempunyai bukti.
3.
Origenes
Iman kurang
berguna bagi orang yang sudah berpengetahuan, sebab iman diperlukan bagi orang
yang sederhana yang tidak mengerti Kitab suci secara Rohani. Menurut Origenes
Kitab suci mempunyai 3 macam arti :
a.
Harfiah / Somatis berlaku bagi orang sederhana.
b.
Etis / Psikis diuraikan di dalam khutbah, diperuntukan bagi orang psikis
c.
Pneomatis / rohani diperuntukan bagi teolog dan filosuf.
Allah adalah
transenden, tidak bertubuh, esa tidak berubah, Allah pencipta segala sesuatu,
baik bersifat rohani maupun badani, penciptaan Allah kekal abadi, sebelum dunia
diciptakan Allah telah menciptakan dunia lain yang mendahului dunia tampak,
setelah zaman dunia ini akan ada dunia yang baru.
Allah
menciptakan dengan perantaraan anak, sejak kekal anak diperankan bapak,
sedangkan roh kudus keluar dari anak, anak Allah adalah logos, ide segala ide.
Hubungan Allah bapak, anak roh kudus sebagai subordinasi artinya yang satu
dibawah yang lain, yang satu lebih rendah dari pada yang lain.
Roh
diciptakan oleh Allah, tetapi roh tidak setia pada Allah sehingga dibelenggu
didalam tubuh. Jagat raya yang tampak disebabkan oleh Dosa, semua bersifat
bendawi akibat dosa, sekalipun demikian akibat tidak kesetiaan tadi, tidak
semuanya sama melaikan bertingkat. Ada roh yang memiliki tubuh halus, ada roh
yang memiliki tubuh kasar ada malaikat, ada manusia. Jiwa manusia dapat juga
naik tingkat menjadi malaikat. Seluruh roh pada akhirnya akan kembali kepada
Allah setelah mengalami banyak kelahiran dan akhirnya semua mahluk
baik yang jahat dan yang baik akan selamat.
4. Gregorius Nazianze.
Akal manusia dengan
sendirinya dapat mengenal Allah dengan mempelajari hasil penciptaan Allah,
manusia dengan akalnya dapat mengetahui bahwa Allah ada sekalipun zat dan
hakekatnya tersembunyi bagi manusia. Mengetahui zat Allah manusia hanya dapat
mengungkapkan secara negatif seperti bahwa Allah tidak berubah, Tidak
dilahirkan, tanpa awal, tidak berubah, tidak binasa.
5. Basilius
Hanya Allah yang tampak
awal, sedangkan dunia berawal awal dunia juga awal waktu, dunia dan waktu
berhubungan secara timbal balik. Ketika Allah menciptakan dimulai juga waktu,
akan tetapi perbuatan Allah dalam menciptakan tidak dikuasai oleh waktu,
perbuatan menciptakan itu sendiri terjadi diluar waktu.
6. Gregorius
Iman dan pengetahuan
mempunyai perbedaan, sumber dan isi Iman berbeda dengan sumber dan isi ilmu
pengetahuan, kepastian tidak dapat dijelaskan dengan akal karena lebih tinggi
dari kepastian akal. Pengetahuan dengan akal dapat dipakai untuk membaca Iman,
untuk menjabarakan Iman. Akal dapat mengenal Allah dengan mempelajari hasil
penciptaan tetapi pengetahuan tidak menyelamatkan. Orang diselamatkan hanya
dengan Iman.[2]
B. Patristik
Barat
Filsafat barat abad pertengahan
(476-1492) juga dapat dikatakan sebagai “abad gelap”. Pendapat ini didasarkan
pada pendekan sejarah gereja. Memang pada pendekatan sejarah gereja. Memang pada saat
itu tindakan gereja sangat membelunggu kehidupan manusia sehingga manusia tidak
lagi memiliki kebebasan untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam
dirinya.
Pihak
gereja juga melarang diadakanya penyelidikan-penyelidikan yang berdasarkan rasio
terhadap agama. Karena itu, kajian terhadap agama/ teologi yang tidak
berdasarkan ketentuan gereja akan mendapat larangan yang ketat. Yang berhak
mengadakan penyelidikan terhadap agama hanyalah pihak gereja. Walaupun
demikian, ada juga yang melanggar larangan tersebut dan mereka dianggap orang
murtad dan kemudian di adakan pengejaran (inkuisisi).
Ciri-ciri
pemikiran filsafat barat pada abad pertengahan adalah:
v Cara berfilsafatnya dipimpin oleh
gereja;
v Bersifat di dalam lingkungan ajaran
aristoteles;
v Bersifat dengan pertolongan
Augustinus dan lain-lain.[3]
Filsafat
barat pada abad pertengahan ini juga dapat di katakan sebagai suatu masa yang
penuh dengan penggiringan manusia kepada sistem yang picik dan fanatik, dengan
cara menerima ajaran gereja dengan membabi buta.
Masa ini penuh dengan dominasi gereja, yang
tujuannya untuk membimbing umat ke arah hidup yang saleh. Namun, di sisi lain,
domonasi gereja ini tanpa memikirkan matabat dan kebebasan manusia yang
mempunyai perasaan, pikiran, keinginan, dan cita-cita untuk menentukan masa
depanya sendiri.
Adapun
tokoh-tokoh filsafat barat pada abad pertengahan antara lain:
1.Justinus Martir
Nama
aslinya Justinus, kemudian nama Martir diambil dari istilah “orang orang yang
rela mati hanya untuk kepercayaannya”.
Menurut
pendapatnya, agama kristen bukan agama baru karena kristen lebih tua dari
filsafat yunani, dan nabi musa di anggap sebagai awal kedatangan kristen.
Padahal Musa hidup sebelum Socrates dan plato. Socrates dan plato sendiri
sebenarnya sudah menurunkan hikmahnya dengan memakai hikmah musa. Selajutnya
juga di katakan bahwa filsafat yunani itu mengambil dari kitab yahudi.
Pandangan ini didasarkan bahwa kristus adalah logos. Dalam mengembangkan aspek
logosnya ini orang-orang yunani ( socrates, plato, dan lain-lain) kurang
memahami apa yang terkandung dan memancar dari logosnya, yaitu pencerahan
sehingga orang-orang yunani dapat di katakan menyimpang dari ajaran murni.
Mengapaa mereka menyimpang? Karena orang-orang yunani terpengaruh oleh demon
atau setan. Demon atau setan tersebut dapat mengubah pengetahuan yang benar
kemudian di palsukan. Jadi, agama kristan lebih bermutu dibanding dengan
filsafat yunani. Demikian pembelaan Justinus Martir.[4]
2. Klemens (150-215)
Ia juga termaksud pembela Kristen,
tetapi ia tidak membenci filsafat yunani. Pokok-pokok pikiranya adalah sebagai
berikut:
·
Memeberikan batasan-batasan terhadap ajaran kristen untuk
mempertahankan diri dari otoritas filsafat yunani;
·
Memerangi ajaran yang anti terhadap Kristen dengan
menggunakan filsafat yunani;
·
Bagi orang Kristen, filsafat dapat di pakai untuk membela
iman Kristen, dan memikirkan secara dalam.
3.
Tertullianus (160-122)
Ia di lahirkan bukan dari kluarga
Kristen, tetapi setelah melaksanakan pertobatan ia menjadi gigih membela
Kristen secara fanatik. Ia menolak kehadiran filsafat yunani karena filsafat di
anggap sesuatu yang tidak perlu. Baginya berpendapat bahwa, bahwa wahyu tuhan
sudahlah cukup. Tidak ada hubungan antara teologi dengan filsafat, tidak ada
hubungan antara yerussalem (pusat agama) dengan yunani (pusat filsafat), tidak
ada hubungan gereja dengan akademi, tidak ada hubungan antara Kristen dengan
penemuan baru.
Selanjutnya
ia mengatakan bahwa di banding dengan cahaya Kristen, segala yang di katakan
oleh para filosof yunani tentang kebenaran pada hakikatnya sebagai kutipan dari
kitab suci. Akan tetapai karena kebodohan para pilosof, kebenaran kitab suci
tersebut dipalsukan.
Akan
tetapi lama kelamaan, Tertullianus akhirnya juga menerima filsafat yunani
sebagai cara berpikir yang rasional. Alasannya, bagaimanapun juga berpikir yang
rasional diperlukan sekali. Pada saat itu, karena pemikiran filsafat yang
diharapkan tidak dibakukan, saat itu filsafat hanya mengajarkan pemikiran-pemikiran
ahli pikir yunani saja, sehingga akhirnya Tertullianus melihat filsafat hanya
dimensi praktisnya saja, dan ia menerima filsafat sebagai cara atau metode
berpikir untuk memikirkan kebenaran keberadaan Tuhan beserta sifat-sifatnya.
4.
Augustinus (354-430)
Sejak mudanya ia telah mempelajari bermacam-macam aliran
filsafat, antara lain Platonisme dan Skeptisisme. Ia telah di akui
keberhasilanya dalam membentuk filsafat Kristen yang berpengaruh besar dalam
filsafat abad pertengahan sehingga ia dijuluki sebagai guru Skolastik yang
sejati. Ia seorang tokoh besar di bidang teologi dan filsafat.
Setelah mempelajari aliran
Skeptisisme, ia kemudian tidak menyetujui atau menyukainya, karena didalamya
terdapat pertentangan batiniah. Orang dapat meragukan segalanya, tetapi orang
tidak dapat meragukan bahwa ia ragu-ragu. Seseorang yang ragu-ragu sebenarnya
ia berpikir dan seseorang yang berpikir sesungguhnya ia berada (eksis).
Menurut pendapatnya, daya
pemikiran manusia ada batasnya, tetapi pikiran manusia dapat mencapai kebenaran
dan kepastian yang tidak ada batasnya, yang bersifat kekal abadi. Artinya, akal
fikiran manusia dapat berhubungan dengan sesuatu kenyataan yang lebih tinggi.
Akhirnya
ajaran Augustinus berhasil menguasai sepuluh abad, dan mempengaruhi pemikiran
eropa. Perlu di perhatikan bahwa para pemikir patristik iu sebagai pelopor
pemikiran skolastik. Mengapa ajaran Augustinus sebagian akal dari
skolastik dapat mendominasi hampir
sepuluh abad? Karena ajaranya lebih bersifat sebagai metode daripada suatu
sistem sehingga ajaranya mampu meresap sampai masa skolastik.
5.
Dionision
Allah
adalah segala asal yang ada, yang keadaanya transenden secara mutlak sehingga
tidak mungkin memikirkan tentang dia dengan cara yang benar dan memberikan
kepadanya makna yang tepat, hal ini karena ia mengatasi segala yang ada, segala
yang dapat dipikirkan orang. Segala sesuatu yang keluar dari Allah berusaha
kembali kepada Allah, Didalam usaha kembali ini manusia mencoba sedikit
memikirkan tentang Allah dan menyebutnya. Percobaan ini dapat dilakukan dengan
tiga cara :
a.
Orang dapat secara positif menyebut segala hal yang baik, yang terdapat dalam
jagat raya ini untuk Allah.
b.
Orang dapat menyangkal, bahwa segala yang baik, yang ada pada Allah berada
dengan cara yang sama seperti adanya segala sesuatu didalam jagat raya ini.
c.
Orang dapat meneguhkan, bahwa segala kesempurnaan ada pada Allah, dengan cara
yang tidak terhingga melebihi segala kesempurnaan makhluk. Usaha kembali kepada
Allah melalui jalan pikiran ini menjadikan hidup penuh arti.
Allah adalah terang, terangnya begitu gemilang,
sehingga mata manusia menjadi terlalu lemah untuk mengamatinya, akibatnya
terang itu menjadi kegelapan, sekalipun demikian manusia dapat menjadikan
matanya bisa menerima terang itu, sehingga manusia dapat mengenal Allah yaitu
dengan jalan yang disebut di atas.
Dionisios menekankan kehendak bebas manusia, ia
menolak ajaran tentang kepindahan jiwa, dan penyamaan antar tubuh dan dosa.
Tubuh pada dirinya bukanlah dosa, kejahatan ada dimana tiada kebaikan.
0 komentar:
Posting Komentar