Minggu, 30 Juni 2013

Filsafat Umum

A. Patristik
1.  Pengertian dan Sejarah Patristik
            Istilah patristik berasal dari bahasa latin, peter, yang berarti bapak. Adapun yang dimaksud bapak disini adalah para pemimpin gereja. Biasanya para pemimpin gereja dipilih dari golongan atas atau para ahli pikir.[1]
Dalam sejarah, pada awal abad masehi agama Kristen telah tumbuh dan berkembang dalam berbagai bentuk yang mengagumkan yang ditandai dengan kecanggihan intelektual Thomas Aquinas tentang eksistensi Allah, manusia dan lain-lain.
Sebelumnya, tampil orang-orang seperti Rasul Paulus, dan Rasul Yohanes yang menghadapkan kepercayaan Kristen dengan kepercayaan yang bukan Kristen pada waktu itu. Sejarah menunjukkan suatu pergumulan yang menentukan hidup, dan mati agama baru ini, dimana-mana agama Kristen ditentang, baik oleh penguasa maupun oleh pemikir pada saat itu, akan tetapi kemudian orang-orang atas (para pemikir) tersebut menjadi pengikut agama Kristen.
Timbulnya agama Kristen pada abad masehi menyebabkan filsafat menduduki tempat baru yakni :
1.      Hikmah hidup yang dikemukakan oleh filsafat.
      2.      Hikmah hidup yang dikemukakan oleh agama Kristen.
Saling konfrontasi, konfrontasi sebenarnya telah tampak pada kitab suci Kristen sendiri dengan tampilya Rosul Paulus dan Yuhanes. Kristen ditentang oleh pengusa dan ahli pikir. Golongan pemeluk Kristen dibagi menjadi dua yaitu :
a.       Rakyat Jelata (Orang sederhana) masa ini tidak ada perbedaan secara falsafi.
b.      Ahli pikir (Golongan atas) mulai menentukan sikap teerhadap filsafat yunani.

2. Pembagian Filsafat Patristik
         Filsafat patristik dibagai menjadi dua yaitu Patristik Timur dan Patristik Barat.
A.  Patristik Timur
                   Pemikiran filsafat agama Kristen dimulai dari Apologit para pembela agama Kristen diantaranya Aristdes, Yustinus dan Tatianus. Para apologit dalam pembelaanya dari tuduhan-tuduhan non Kristen seperti Keristen munafik, pecundang, melakukan persetubuhan bebas, membenci sesama, tidak mau menyembah dewa dan sebagainya, Jawaban apologi adalah fitnah, sebab dalam kenyataannya orang Kristen menurut hukum Allah sehingga mereka tidak jatuh pada kesalahan-kesalahan seperti yang dilakukan oleh orang-orang besar Keristen, mereka tidak membuang bayi, mereka tidak melakukan persetubuhan berlebihan, bahkan mengasihi sesama.
                   Agama Kristen tidak mau menyembah dewa tetapi Kristen percaya kepada Allah Yang Esa dan menyembahnya Kristen hanya ada satu Allah saja yang transenden yang secara hakiki berbeda dengan manusia. Para apologit memanfaatkan filsafat Yunani dalam pembelaanya seperti :
     1.     Yustianus
     Agama Kristen bukan agama baru, Agama Kristen lebih tua dari filsafat Yunani, Nabi Musa telah menumbuhkan kedatangan Kristus, Musa hidup sebelum Plato, Plato menurunkan hikmahnya dari hikmah Musa, filsafat Yunani dipandang mengganggu hikmah dari kitab suci orang Yahudi.
     Keyakinan Kristus adalah Logos, Kristus telah membagi-bagikan logos kepada seluruh umat manusia, sehingga kepada yang bukan Kristen juga tertanam rasa kebenaran. Logos berkerja kepada semua orang baik intelektual maupun moral. Setiap orang yang mendapatkan bagian logos adalah orang Kristen, sekalipun tidak dibaktis seperti Sucrates Orang Yunani kurang mengerti akan pencerahan yang telah diberikan logos, sehingga menyimpang dari ajaran yang murni hal ini karena pengaruh Demon yang dikepalai Iblis sehingga bangsa Romawi banyak yang menghambat Kristen.
2.     Klemes
       Pangkal pemikirannya adalah iman, di samping iman ada hal yang lebih tinggi yaitu Gnosis. Iman berlaku bagi tiap-tiap orang Kristen. Genosis diperlukan bagi orang-orang kristen yang dapat berfikir mendalam untuk menerangi Iman. Seseorang yang telah memiliki Gnosis harus mematikan hawa nafsunya dan kembali kepada Allah dalam satu kasih yang telah dibersihkan dari hawa nafsu.
       Klemes mengandalkan Iman, tanpa Iman tiada Gnosis, Iman awal pengetahuan yang harus berkembang menjadi pengetahuan tetapi pengetahuan tidak mengadakan Iman. Gnosis bagi Klemes Ilmu Sejati, suatu pengetahuan yang pasti berdasarkan penguraian yang benar dan pasti. Orang yang dianggap punya Ilmu Pengetahuan (berhikmah) jika akalnya meneguhkan pengetahuan dengan uraian-uraian yang mempunyai bukti.
3.    Origenes
     Iman kurang berguna bagi orang yang sudah berpengetahuan, sebab iman diperlukan bagi orang yang sederhana yang tidak mengerti Kitab suci secara Rohani. Menurut Origenes Kitab suci mempunyai 3 macam arti :
a.    Harfiah / Somatis berlaku bagi orang sederhana.
b.    Etis / Psikis  diuraikan di dalam khutbah, diperuntukan bagi orang psikis
c.    Pneomatis / rohani diperuntukan bagi teolog dan filosuf.
     Allah adalah transenden, tidak bertubuh, esa tidak berubah, Allah pencipta segala sesuatu, baik bersifat rohani maupun badani, penciptaan Allah kekal abadi, sebelum dunia diciptakan Allah telah menciptakan dunia lain yang mendahului dunia tampak, setelah zaman dunia ini akan ada dunia yang baru.
     Allah menciptakan dengan perantaraan anak, sejak kekal anak diperankan bapak, sedangkan roh kudus keluar dari anak, anak Allah adalah logos, ide segala ide. Hubungan Allah bapak, anak roh kudus sebagai subordinasi artinya yang satu dibawah yang lain, yang satu lebih rendah dari pada yang lain.
     Roh diciptakan oleh Allah, tetapi roh tidak setia pada Allah sehingga dibelenggu didalam tubuh. Jagat raya yang tampak disebabkan oleh Dosa, semua bersifat bendawi akibat dosa, sekalipun demikian akibat tidak kesetiaan tadi, tidak semuanya sama melaikan bertingkat. Ada roh yang memiliki tubuh halus, ada roh yang memiliki tubuh kasar ada malaikat, ada manusia. Jiwa manusia dapat juga naik tingkat menjadi malaikat. Seluruh roh pada akhirnya akan kembali kepada Allah setelah mengalami banyak kelahiran dan akhirnya semua mahluk   baik yang jahat dan yang baik akan selamat.

4.    Gregorius Nazianze.
                   Akal manusia dengan sendirinya dapat mengenal Allah dengan mempelajari hasil penciptaan Allah, manusia dengan akalnya dapat mengetahui bahwa Allah ada sekalipun zat dan hakekatnya tersembunyi bagi manusia. Mengetahui zat Allah manusia hanya dapat mengungkapkan secara negatif seperti bahwa Allah tidak berubah, Tidak dilahirkan, tanpa awal, tidak berubah, tidak binasa.
5.     Basilius
                   Hanya Allah yang tampak awal, sedangkan dunia berawal awal dunia juga awal waktu, dunia dan waktu berhubungan secara timbal balik. Ketika Allah menciptakan dimulai juga waktu, akan tetapi perbuatan Allah dalam menciptakan tidak dikuasai oleh waktu, perbuatan menciptakan itu sendiri terjadi diluar waktu.
6.    Gregorius
                   Iman dan pengetahuan mempunyai perbedaan, sumber dan isi Iman berbeda dengan sumber dan isi ilmu pengetahuan, kepastian tidak dapat dijelaskan dengan akal karena lebih tinggi dari kepastian akal. Pengetahuan dengan akal dapat dipakai untuk membaca Iman, untuk menjabarakan Iman. Akal dapat mengenal Allah dengan mempelajari hasil penciptaan tetapi pengetahuan tidak menyelamatkan. Orang diselamatkan hanya dengan Iman.[2]

     B.  Patristik Barat
                   Filsafat barat abad pertengahan (476-1492) juga dapat dikatakan sebagai “abad gelap”. Pendapat ini didasarkan pada pendekan sejarah gereja. Memang pada  pendekatan sejarah gereja. Memang pada saat itu tindakan gereja sangat membelunggu kehidupan manusia sehingga manusia tidak lagi memiliki kebebasan untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya.
                   Pihak gereja juga melarang diadakanya penyelidikan-penyelidikan yang berdasarkan rasio terhadap agama. Karena itu, kajian terhadap agama/ teologi yang tidak berdasarkan ketentuan gereja akan mendapat larangan yang ketat. Yang berhak mengadakan penyelidikan terhadap agama hanyalah pihak gereja. Walaupun demikian, ada juga yang melanggar larangan tersebut dan mereka dianggap orang murtad dan kemudian di adakan pengejaran (inkuisisi).
                   Ciri-ciri pemikiran filsafat barat pada abad pertengahan adalah:
v  Cara berfilsafatnya dipimpin oleh gereja;
v  Bersifat di dalam lingkungan ajaran aristoteles;
v  Bersifat dengan pertolongan Augustinus dan lain-lain.[3]
              Filsafat barat pada abad pertengahan ini juga dapat di katakan sebagai suatu masa yang penuh dengan penggiringan manusia kepada sistem yang picik dan fanatik, dengan cara menerima ajaran gereja dengan membabi buta.
               Masa ini penuh dengan dominasi gereja, yang tujuannya untuk membimbing umat ke arah hidup yang saleh. Namun, di sisi lain, domonasi gereja ini tanpa memikirkan matabat dan kebebasan manusia yang mempunyai perasaan, pikiran, keinginan, dan cita-cita untuk menentukan masa depanya sendiri.
              Adapun tokoh-tokoh filsafat barat pada abad pertengahan antara lain:
     1.Justinus Martir
                   Nama aslinya Justinus, kemudian nama Martir diambil dari istilah “orang orang yang rela mati hanya untuk kepercayaannya”.
                   Menurut pendapatnya, agama kristen bukan agama baru karena kristen lebih tua dari filsafat yunani, dan nabi musa di anggap sebagai awal kedatangan kristen. Padahal Musa hidup sebelum Socrates dan plato. Socrates dan plato sendiri sebenarnya sudah menurunkan hikmahnya dengan memakai hikmah musa. Selajutnya juga di katakan bahwa filsafat yunani itu mengambil dari kitab yahudi. Pandangan ini didasarkan bahwa kristus adalah logos. Dalam mengembangkan aspek logosnya ini orang-orang yunani ( socrates, plato, dan lain-lain) kurang memahami apa yang terkandung dan memancar dari logosnya, yaitu pencerahan sehingga orang-orang yunani dapat di katakan menyimpang dari ajaran murni. Mengapaa mereka menyimpang? Karena orang-orang yunani terpengaruh oleh demon atau setan. Demon atau setan tersebut dapat mengubah pengetahuan yang benar kemudian di palsukan. Jadi, agama kristan lebih bermutu dibanding dengan filsafat yunani. Demikian pembelaan Justinus Martir.[4]

2. Klemens (150-215)
                   Ia juga termaksud pembela Kristen, tetapi ia tidak membenci filsafat yunani. Pokok-pokok pikiranya adalah sebagai berikut:
·         Memeberikan batasan-batasan terhadap ajaran kristen untuk mempertahankan diri dari otoritas filsafat yunani;
·         Memerangi ajaran yang anti terhadap Kristen dengan menggunakan filsafat yunani;
·         Bagi orang Kristen, filsafat dapat di pakai untuk membela iman Kristen, dan memikirkan secara dalam.
      
3. Tertullianus (160-122)
                   Ia di lahirkan bukan dari kluarga Kristen, tetapi setelah melaksanakan pertobatan ia menjadi gigih membela Kristen secara fanatik. Ia menolak kehadiran filsafat yunani karena filsafat di anggap sesuatu yang tidak perlu. Baginya berpendapat bahwa, bahwa wahyu tuhan sudahlah cukup. Tidak ada hubungan antara teologi dengan filsafat, tidak ada hubungan antara yerussalem (pusat agama) dengan yunani (pusat filsafat), tidak ada hubungan gereja dengan akademi, tidak ada hubungan antara Kristen dengan penemuan baru.
              Selanjutnya ia mengatakan bahwa di banding dengan cahaya Kristen, segala yang di katakan oleh para filosof yunani tentang kebenaran pada hakikatnya sebagai kutipan dari kitab suci. Akan tetapai karena kebodohan para pilosof, kebenaran kitab suci tersebut dipalsukan.
              Akan tetapi lama kelamaan, Tertullianus akhirnya juga menerima filsafat yunani sebagai cara berpikir yang rasional. Alasannya, bagaimanapun juga berpikir yang rasional diperlukan sekali. Pada saat itu, karena pemikiran filsafat yang diharapkan tidak dibakukan, saat itu filsafat hanya mengajarkan pemikiran-pemikiran ahli pikir yunani saja, sehingga akhirnya Tertullianus melihat filsafat hanya dimensi praktisnya saja, dan ia menerima filsafat sebagai cara atau metode berpikir untuk memikirkan kebenaran keberadaan Tuhan beserta sifat-sifatnya.

4.     Augustinus (354-430)
              Sejak mudanya ia telah mempelajari bermacam-macam aliran filsafat, antara lain Platonisme dan Skeptisisme. Ia telah di akui keberhasilanya dalam membentuk filsafat Kristen yang berpengaruh besar dalam filsafat abad pertengahan sehingga ia dijuluki sebagai guru Skolastik yang sejati. Ia seorang tokoh besar di bidang teologi dan filsafat.
              Setelah mempelajari aliran Skeptisisme, ia kemudian tidak menyetujui atau menyukainya, karena didalamya terdapat pertentangan batiniah. Orang dapat meragukan segalanya, tetapi orang tidak dapat meragukan bahwa ia ragu-ragu. Seseorang yang ragu-ragu sebenarnya ia berpikir dan seseorang yang berpikir sesungguhnya ia berada (eksis).
              Menurut pendapatnya, daya pemikiran manusia ada batasnya, tetapi pikiran manusia dapat mencapai kebenaran dan kepastian yang tidak ada batasnya, yang bersifat kekal abadi. Artinya, akal fikiran manusia dapat berhubungan dengan sesuatu kenyataan yang lebih tinggi.
              Akhirnya ajaran Augustinus berhasil menguasai sepuluh abad, dan mempengaruhi pemikiran eropa. Perlu di perhatikan bahwa para pemikir patristik iu sebagai pelopor pemikiran skolastik. Mengapa ajaran Augustinus sebagian akal dari skolastik  dapat mendominasi hampir sepuluh abad? Karena ajaranya lebih bersifat sebagai metode daripada suatu sistem sehingga ajaranya mampu meresap sampai masa skolastik.
 
5.     Dionision
              Allah adalah segala asal yang ada, yang keadaanya transenden secara mutlak sehingga tidak mungkin memikirkan tentang dia dengan cara yang benar dan memberikan kepadanya makna yang tepat, hal ini karena ia mengatasi segala yang ada, segala yang dapat dipikirkan orang. Segala sesuatu yang keluar dari Allah berusaha kembali kepada Allah, Didalam usaha kembali ini manusia mencoba sedikit memikirkan tentang Allah dan menyebutnya. Percobaan ini dapat dilakukan dengan tiga cara :
     a.    Orang dapat secara positif menyebut segala hal yang baik, yang terdapat dalam jagat raya ini untuk Allah.
     b.    Orang dapat menyangkal, bahwa segala yang baik, yang ada pada Allah berada dengan cara yang sama seperti adanya segala sesuatu didalam jagat raya ini.
     c.    Orang dapat meneguhkan, bahwa segala kesempurnaan ada pada Allah, dengan cara yang tidak terhingga melebihi segala kesempurnaan makhluk. Usaha kembali kepada Allah melalui jalan pikiran ini menjadikan hidup penuh arti.
          Allah adalah terang, terangnya begitu gemilang, sehingga mata manusia menjadi terlalu lemah untuk mengamatinya, akibatnya terang itu menjadi kegelapan, sekalipun demikian manusia dapat menjadikan matanya bisa menerima terang itu, sehingga manusia dapat mengenal Allah yaitu dengan jalan yang disebut di atas.
          Dionisios menekankan kehendak bebas manusia, ia menolak ajaran tentang kepindahan jiwa, dan penyamaan antar tubuh dan dosa. Tubuh pada dirinya bukanlah dosa, kejahatan ada dimana tiada kebaikan.


[1] Abdul Hakim, Atang., Ahmad Saebani, Beni. Filsafat Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2008) cet. 1., hal. 137.
[3] Eppind,et. Al., Filsafat ENSIE, Jemmars, Bandung, 1983, hlm. 126.
[4] Hlm.69.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Jejak Cerita Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template