A dan B. Anggap saja nama mereka A, B. Mereka wanita keren dan aku
suka. Manis, cantik, pintar, gaul, ramah. Luar biasa. Jilbabnya panjang menutup
dada, tebal. Sempurna menurutku. Berbeda denganku yang jilbabku (kadang) masih
sering tipis – walau terkadang juga tebal. Tidak pintar, biasa saja. Mereka
anak-anak yang suka ber-sosial. Itu mungkin yang ada kesamaan denganku. Itu
semua perbedaan mendasar kurasa. Disaat rasa kagum membuncah, lalu siapa yang
sangka seseorang mengenalkanku dengan mereka dan mengajakku untuk bergabung
bersama mereka, sampai akhirnya aku masuk kedalam lingkaran mereka, lingkaran
‘saling-mengingatkan’.
Senang. Bahagia bisa bergabung dan bertemu lagi dengan orang-orang
seperti A & B lagi. Satu tahun perkenalan yang kami jalani, A & B itu
semakin membuatku kagum. Mereka gaul, tapi syar’i banget. Aku suka membuka profile
facebook-nya, tak
ada satupun foto mereka yang berlagak narsis, maupun foto sendiri. Jleb! Lagi-lagi aku tertegun. Aku? Foto narsisku (memang) banyak yang di-tag oleh teman-teman sekolahku, kala itu. Tak bisa dipungkiri memang, rasa malu, perasaan ‘wah, aku kok begini ya?’ mulai menyerang pikiran.
ada satupun foto mereka yang berlagak narsis, maupun foto sendiri. Jleb! Lagi-lagi aku tertegun. Aku? Foto narsisku (memang) banyak yang di-tag oleh teman-teman sekolahku, kala itu. Tak bisa dipungkiri memang, rasa malu, perasaan ‘wah, aku kok begini ya?’ mulai menyerang pikiran.
Tahun ke-dua aku mengenal mereka masih seperti dulu. Tak ada yang
berubah. (kurasa) mereka semakin baik kedepannya. Aku beranggapan bahwa
sekolahku bangga mempunyai murid seperti mereka. Cantik, pintar, sholehah. Top
banget!
Tahun ke-tiga perkenalan. Mereka menamatkan sekolahnya, aku merasa
kehilangan orang-orang yang selalu mengingatkanku untuk terus berbuat baik,
yang mengajakku shalat dhuha – dikala jam istirahat tiba. Yang mengajak dan
mendorongku untuk terus istiqamah dalam menutup aurat, memakai jilbab tebal,
dll. Banyak. Banyak sekali, mereka membuka mata hatiku untuk keep istiqamah
walau apapun yang terjadi.
Pertengahan tahun 2011. Organisasi ‘saling-mengingatkan’ kami itu
membuat sebuah acara besar, outbond. Acara itu selalu dihadiri oleh para
alumni-alumni – entah dari tahun berapa saja. Disitu, aku kembali dipertemukan
dengan sosok yang aku kagumi dahulu, A, B. Tidak lama memang kami me-ngobrol
karena mereka tidak ikut sampai acara selesai. Hari itu aku melihat, mereka masih
seperti dulu. Masih istiqamah. Mereka tetap menjadi panutan untukku.
Banyak memang yang seperti mereka. Lalu kenapa aku memilih mereka?
Aku memilih mereka karena mereka itu orang-orang yang bisa diajak kompromi ala
anak-anak (seperti kami). Dan pun umur kami tidak jauh beda, hanya beda 1
tahun. Mereka juga (kadang-kadang) masih kayak anak-anak, enak diajak becanda,
tidak serius, sama kayak kami. ~~
Lama tak bersua, hari itu aku membuka Facebook dan melihat
nama A – A change her profile. Mataku terbelalak. Apa tidak salah? Foto
profilnya itu.... jilbab paris tipis berwarna pink (kalo gak salah), foto
sendiri dan gayanya aslii... gaya anak gaul biasa, bukan gaul + syar’i. Shock
berat. Apa benar itu beliau yang upload? Kalaupun memang benar, kenapa
harus foto begitu yang di unggah? Kenapa gak foto biasa aja? *sedih banget
liatnya*. Belum puas melihat foto itu, aku hendak meng-klik “ > “ untuk
melihat apa benar foto beliau (sudah) mulai ‘begitu’ semua? Aih, disconnect
ternyata! Akhirnya aku mengurung niat itu. Kejadian itu lupa dengan sendirinya.
Baru-baru ini aku membuka Facebook lagi, di Home banyak status alay
yang dishare oleh teman-temanku yang sedang galau. Tetiba aku melihat A (lagi),
added new photos. Menambah foto, bukan di-tag-in. Foto-foto
narsis. A bersama teman-teman kampusnya. Kali ini aku enggak shock lagi, karena
aku udah nyimpulin dari semua yang aku lihat di profile-nya bahwa memang
ia sudah hijrah dari gaul-syar’i ke gaul-narsis. Foto-fotonya sudah banyak yang
narsis dengan jilbab paris tipisnya hanya selapis.
Lalu teringat sosok B. Sosok panutanku di lingkaran
‘saling-mengingatkan’ juga - yang dulu
sangat terkenal dengan gayanya yang cuek, ogah ikut-ikutan. Terpikir untuk
melihat profile facebook-nya, apa mungkin beliau juga seperti
sahabatnya, A? Ah, semoga tidak.
Gambar bunga, kartun muslimah, pemandangan-pemandangan indah.
Senyum mengembang 2 centi kekanan dan 2 centi kekiri. Alhamdulillah! Ternyata
beliau masih (akan) terus menjadi panutanku. Tapi, disana terlihat foto yang di
upload oleh teman-teman kampusnya. dari situ aku tau kalau beliau ternyata juga
tidak jauh berbeda dengan A. B juga sudah memakai jilbab tipis. Tidak seperti
dulu lagi. Entah kenapa beliau bisa terpengaruh oleh lingkungan. Wallahu’allam.
Sedih, mereka bukan (lagi) panutanku untuk menutup aurat lagi. Tapi
walau bagaimanapun aku juga sangat berterimakasih karena dengan mengenal mereka
aku jadi mengerti maksud dari kata ‘saling-mengingatkan’.
Catatan ini ditulis bukan ingin membuka aib A & B, ataupun
bukan untuk mengisyaratkan bahwa (sekarang) aku lebih baik dari mereka. Bukan!
Ini hanya untuk membenarkan bahwa setiap orang itu bisa berubah.
Tergantung ia mau merubah hidupnya kearah lebih baik ataukah kebalikannya.
Semoga dengan tulisan yang saya tulis berdasarkan kisah orang lain
ini dapat kita ambil hikmah. Semoga stiap hari kita lebih baik dari hari
kemarin. Wallahu’allam bissawab. Tetap istiqamah di jalan syari’at ya
saudara-saudara se-iman, se-agama semua! Wish Allah bless us everyday,
everywhere kita berada!
Sebuah
kisah masa lalu
Hadir
dibenakku...
Saatku
lihat surawiku, menyibak lembaran masa,
Yang
indah... bersama sahabatku
Sepotong
episode, masa lalu aku
Episode
sejarah yang membuatku kini
Merasakan
bahagia, dalam hidup
Merubah
arah dan langkah di hidupku.
– Sepotong
Episode Masa Lalu, Edcoustic -
0 komentar:
Posting Komentar